Kali ini mata kamera saya tertuju pada empat buah objek bangunan yang termasuk kedalam bengunan cagar budaya, keempatnya mempunyai bentuk arsitektural yang sama persis. Bangunannya mirip sebuah dome atau kubah dengan kontruksi batu pada keseluruhan bangunannya.
Beldwin Smith dalam bukunya The Dome : A study in the history of ideas, mengemukakakn bahwa dome (kubah) bukan hanya suatu bentuk konstruksi bangunan saja, namun lebih dari itu dome hadir sebagai ide yang telah dimanifestasikan kedalam bentuk bangunan.
Beldwin Smith dalam bukunya The Dome : A study in the history of ideas, mengemukakakn bahwa dome (kubah) bukan hanya suatu bentuk konstruksi bangunan saja, namun lebih dari itu dome hadir sebagai ide yang telah dimanifestasikan kedalam bentuk bangunan.
Pada jaman manusia primitif dome sering sekali difungsikan sebagai rumah tinggal, berbentuk tenda atau gubuk yang diikat dan ditutup pada bagian atasnya dengan jerami.
Dalam kepercayaan animistik, bentuk dome (kubah) mempresentasikan kosmos dan tuhan yang diaplikasikan kedalam berbagai macam bentuk bangunan, seperti makam, tempat pemujaan, lumbung dan rumah tuhan.
Material yang permanen melambangkan kekekalan dalam kematian. jauh dari itu, perkembangan dome sebagai kuburan sudah berkembang di Yunani yang lebih dikenal dengan tholos.
Di Sumenep sendiri bangunan-bangunan yang menggunakan dome telah berkembang pada abad ke 17-18. Kemungkinan perkembangan dome ini dipengaruhi oleh kebudaayan yang dibawah oleh VOC kala itu. Bentuk bangunan dengan atap Dome (kubah) ini bisa kita temui di beberapa tempat seperti, Benteng VOC Kalimo'ok, Masjid Jamik, Makam Pangeran Lor Wetan dan beberapa Makam di Asta Tinggi, seperti Makam Sultan Abdurahman, Makam Patih Mangun dan beberapa bangunan makam kerabat atau keluarga Karaton Sumenep.
Leave a respond
Posting Komentar