Menelusuri kebesaran makam para Adipati Sumenep di Asta Tinggi (1)


Saat ini cuaca Sumenep memang masih memasuki musim penghujan, namun akhir-akhir ini cuaca diluar cukup panas, jam 8 matahari begitu teriknya. Seperti yang sudah kami rencanakan beberapa hari sebelumnya, untuk kesekian kalinya kami kembali menelusuri salah satu peninggalan paling bersejarah di Sumenep, Asta Tinggi.

Pagi itu kami ditemani Kang Novi BMW, sang Pamong Budaya utusan dari KEMENDIKBUD yang bertugas untuk menginventarisir kekayaan Sejarah, Seni dan Budaya yang tersebar diseantero Bumi Sumekar. Tak ketinggalan pula, perjalan saya kali  ini juga ditemani kawan-kawan setia dari komunitas Songenep Tempo Doeloe. 

Sengaja, untuk kunjungan kali ini, kamipun tidak menelusuri asta induk terlebih dahulu. Kami  langsung beranjak ke area sebelah timur asta, menelusuri tempat-tempat yang luput dari pandangan  ratusan peziarah. Nampak dari jalan utama bangunannya begitu kokoh tak kalah kokohnya dengan gapura Asta Induk yang telah menjadi landmark dari kawasan sekitarnya.

Di area yang asing ini berdiri sebuah bangunan kubah bercat lusuh, disinilah bersemayam patih Karaton Songenep, Mangoen Joethirta yang mangkat pada tahu 1793. Bangunannya begitu megah, lengkap dengan pintu gerbangnya, diluarnya berserakan puluhan kijingan makam-makam tua yang nisannya sudah tidak bisa dibaca lagi. Lebih dari itu, kanan dan kirinya masih dihiasi rerimbunan semak belukar dan rumput liar yang cukup membuat pandangan mata kelilipan sampah.

Cungkup makamnya sebenarnya dulu pernah dilukis oleh  utusan pemerintah Kolonial. Dalam litografi tsb, nampak dengan jelas dilukiskan dua buah bangunan cantik yang keduanya saling berdampingan. Sayangnya, salah satu bangunan  sudah ambruk, namun sisa-sisa puingnya masih tergambar jelas posisinya. 

Sekedar menyegarkan ingatan kita semua, Asta Tinggi ini merupakan tempat peristirahatan terakhir para bangsawan Sumenep. Kompleks pasareannya sendiri  dibangun sekitar tahun 1705 oleh Panembahan Somala, Adipati Songenep XXXI dan dilanjutkan oleh para keturunannya hingga keseluruhan bangunannya tampak sempurna sebagaimana yang kita lihat saat ini. Di Kompleks asta induk sendiri terdiri dari 4 kompleks makam. Diluar asta induk juga menyebar puluhan makam yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan para Adipati terdahulu. 

Kompleks makam di luar yang terdekat dengan Asta Induk adalah kompleks makam Patih Mangoen Joertita / Patih Mangoendirejo, salah satu patih kerajaan Sumenep pada masa pemerintahan Panembahan Somala. Patih mangoen terbunuh tatkala sang Patih ditugaskan untuk menjaga wilayah Sumenep dari serangan tentara kerajaan Inggris yang akan menguasai tanah Hindia di Fort Sumenep. Sayang, beliau dan putranya serta 70 pasukan Karaton Songenep tewas diserang tentara Inggris dari selat Madura.

Arsitektur bangunan cungkup makam secara keseluruhan dirancang dengan gaya Eropa, gaya-gaya tersebut nampak pada penggunaan kubah mirip dengan rumah penduduk manusia primitif di eropa yang bermukim di kutub. Ada beberapa penelitian yang menganggap sebenarnya penggunaan kubah  (dome) pada bangunan makam  merupakan kebudayaan dari Yunani kuno yang lebih dikenal dengan tholos. Pengguaan material dan konstruksi yang kokoh merupakan manifestasi kekekalan manusia dalam kematian. 

Beldwin Smith dalam bukunya The Dome : A study in the history of ideas, mengemukakan bahwa dalam kepercayaan animistik, bentuk  kubah (dome) mempresentasikan kosmos dan tuhan yang diaplikasikan kedalam berbagai macam bentuk bangunan, seperti makam, tempat pemujaan, lumbung dan rumah tuhan.

Selain itu unsur-unsur Eropa juga mendominasi interior bangunan, untaian ornamen rantai mengelilingi kubahnya, begitu juga dengan kijingannya, cantik dan megah, serasi dengan bangunan pagar halaman Makamnya yang beridiri kokoh di depan cungkupnya. 

Sebagai penanda  didepan cungkup juga disematkan sebuah inskripsi  bertuliskan huruf jawa diatas batu marmer berbentuk  Bulan sabit dan juga lambang kuda terbang diatas pintu masuknya. Kedua iskripsi  tersebut menjelaskan tahun berapa beliau mangkat dan dimakamkan di area ini.  (bersambung)

ornamen di pagar kompleks makam
Patih Mangoen Joetirtha, salah satu makam
patih Karaton Sumenep pada jaman akhir pemerintahan
Panembahan Somala 
Pintu gerbang makam, yang bisa dibilang tak kalah
megahnya dengan pintu gerbang di kompleks
makam asta induk
Cungkup makam dipengaruhi gaya Eropa, sayang
diluarnya rimbun dengan semak belukar
Salah satu inskripsi di atas pintu masuk
ada lambang kuda terbang, salah satu
lambang paling popular di kota ujung timur pulau Madura



Leave a respond

Posting Komentar