Prins of Lor & Wetan Tomb


Kilas Sejarah Tumenggung kanduruan, pangeran Lor dan Pangeran Wetan

Tumenggung Kanduruan yang bergelar Raden Tumenggung Notokusumonegoro memerintah sumenep pada tahun 1559-1562 M, letak keratonnya di Karangsabu (Karangduak) .

Menurut sejarah yang ada, Tumenggung Kanduruan adalah putra dari Sultan Alam Akbar Al-Fatah (Raden Patah) yaitu Raja Demak Bintoro yang berkuasa pada tahun 1478-1518 M, sedang Raden Patah merupakan putra dari Raja Majapahit yaitu Parbu Brawijaya V dari hasil perkawinannya dengan putri keturunan Cina yang bernama Indrawati. Tumenggung Kanduruan, pada masa remajanya pernah mengabdi kepada Saudara Ayahnya yaitu Ratu Japan yang bernama Dewi Mas Kumambang.
Konon menurut cerita, Tumenggung Kanduruan menjadi Raja Sumenep setelah mendapat perintah dari Ratu Japan untuk menyerang Sumenep dan membawa pangeran Sumenep (Pangeran Siding Puri) baik dalam keadaan hidup maupun mati. Hal ini terjadi karena Ratu Japan yang masih cucu Pangeran Siding Puri merasa tersinggung kepada sang Pangeran. 

Berhubung tugas dari Rajanya yaitu Ratu Japan, maka berangkatlah Tumenggung Kanduruan ke Sumenep beserta prajuritnya untuk berperang. Singkat cerita terjadilah perang saudara di Sumenep, dan kemenangan di raih oleh Tumenggung Kanduruan dengan tewasnya Pangeran Sumenep beserta patihnya Aryo Tankondur yang tak lain adalah kakak kandung Pangeran Sumenep. 

Pangeran Banten (Pangeran Lor I) dan Pangeran Wetan I adalah putra Tumenggung Kanduruan, keduanya menjadi Raja Sumenep setelah sang Tumenggung mangkat. Kisah kedua tokoh ini sangat unik, dikarenakan keduanya sama-sama menjadi raja di tahun yang sama. Artinya Sumenep dikendalikan oleh dua raja di tahun yang sama dengan sifat yang berbeda. Akan tetapi dalam menjalankan pemerintahan keduanya sama-sama kompoak dan mampu mengatasi kodisi sumenep saat itu. 

Dalam beberapa buku dikisahkan bahwa pada masa pemerintahan Pangeran Lor dan Pangeran Wetan terjadi penyerangan oleh Raja Bali ke Sumenep. Hal ini dilakukan oleh Raja Bali karena adanya dendam atas kekalahan Blambangan di tangan Jokotole yang juga pernah menjadi adipati Sumenep saat itu. 

Maksud kedatangan adalah ingin membalas kekalahan Blambangan tempo dulu. Begitu rombongan tentara Bali sampai ke Sumenep, mereka menepi di pantai pesisir Desa Lapa, Dungkek. Namun sesampainya di Lapa, rombongan dari kerajaan tsb tidakberhasil menemukan kerajaan yang dulu pernah dibangun oleh Jokotole. 

Singkatnya pertempuran terjadi antara Bali dan Sumenep yang dikomandani oleh Pangeran Batu Putih dan Pangeran Lor. Sedangkan pangeran Wetan pada saat itu sedang berada di Demak berkunjung kepada kakeknya yaitu Sultan Alam Akbar al Fatah. 

Pada pertempuran ini Pangeran Batu Putih tewas dan jazadnya menghilang bersama keratonnya. Sedangkan Pangeran Lor beserta Patihnya Wangsadumerta tewas akibat kehabisan darah setelah sampai di halaman Keraton Karangsabu. Pertempuran dilanjutkan oleh Pangeran Wetan setelah kembali dari Demak. Pangeran Wetan dibantu oleh Mertuanya Yaitu Sunan Nugraha dari Pamekasan, dan berhasil membunuh Raja Bali dan memenggal kepalanya lalu dibawa ke demak.


Ornamen buah nanas yang menghiasi beberapa sudut makam Tumenggung Kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan Adipati Sumenep tahun 1559-1589.

Disebutkan dalam beberapa buku ataupun dalam kepercayaan masyarakat bahwa ornamen nanas ini mempunyai filosofi yang cukup dalam. Sebagian masyarakat percaya bahwa buah nanas adalah buah "Raja'' atau "Ratu" karena memiliki mahkota layaknya seorang Raja. Warnanya yang kuning layaknya emas melambang suatu jiwa yang ceria dan ekspresif, warna mahkotanya yang hijau melambangkan sebuah kehidupan. Sedangkan bentuk tekturnya yang berduri melambangkan perlindungan dari berbagai ancaman.

Ornamen nanas tak hanya bisa kita temui di Kompleks makam ini saja. Ornamen seperti ini dapat kita temui jugadi Makam Panembahan Joharsari.





Lokasi: See on Google Map

Leave a respond

Posting Komentar