Menelusuri kebesaran makam para Adipati Sumenep di Asta Tinggi (2)

Setelah puas mengamati kompleks makam Patih Mangeoen, kami melangkahkan kaki menuju arah timur kembali mengamati keberdaan makam-makam lain disekitarnya. Di sebelah timur Makam Patih Mangoen ini  terdapat kompleks makam yang cukup luas, entah siapa yang dimakamkan disini, kami tidak mengetahuinya. Namun yang pasti makam-makam disini tetap merupakan bagian dari asta induk, kesimpulan itu dikuatkan dengan keberdaan Pintu Gerbang yang juga begitu menarik perhatian bagi peziarah seperti kami. 

Bentuk pintu gerbangnya lengkung, cantik dan terbuat dari susunan  batu karang. Permukaan lantainya ditinggikan dari lingkungan sekitarnya menandakan bahwa kompleks makam utama merupakan tempat yang suci. Sayang, kondisi dalamnya sudah ditumbuhi semak belukar yang menggunung, membuat kami semua tidak tahu para pembesar siapakah yang dimakamkan disini, mempunyai hubungan apa dengan Adipati Sumenep jaman dahulu ? 

Akhirnya kami memutuskan untuk kembali lagi lain waktu jika sudah musim kemarau, dengan harapan semak belukar yang menggunung tersebut sudah bersih dengan sendirinya sehingga memudahkan kami untuk melakukan penyelidikan lanjutan tentang kawasan yang satu ini. 

Setelah melihat dan menyelidiki dua kawasan tsb, kamipun melangkah ke area lainnya yang masih saling berdekatan, dengan harapan dapat memetakan kawasan ini lebih lanjut. 

Disamping beberapa area yang ada, yang paling menarik perhatian kita semua adalah makam-makam yang mempunyai cungkup dan juga makam-makam yang dibatasi dengan pagar lengkap dengan pintu gerbang yang megah.  

Di luar kompleks asta induk, memang terdapat dua makam yang diberi cungkup. cungkup berbentuk kubah yang pertama merupakan cungkup dari Makam Patih Mangoendireja, dan cungkup makam yang kedua merupakan makan dari Paman Pangeran Natakusuma yaitu makam Kiyai Wiradipura yang kemungkinan juga menjabat sebagai ulama karaton Sungenep.

***
Makam Kiyai Wiradipura ini jauh dari kesan mewah, berbeda jauh dengan makam Patih Mangoendireja yang masih satu kawasan. Cungkup makamnya memang berbentuk kubah, namun ornamentasi kijingan makamnya masih mencerminkan makam-makam pra islam, sayang kondisinya saat ini penuh dengan aksi vandalisme para peziarah yang mengunjunginya, coretan nama menghiasi badan kijingan, sungguh perbuatan yang tidak patut kita tiru. lumutpun tumbuh subur menempel didinding cungkupnya, hawa panaspun terasa di ruang ini. tidak ada inskripsi tertulis di cungkup makam, inskripsi hanya disiratkan dalam batu nisan yang terbuat dari bata putih yang sudah cukup berumur itu.

Disampingnya juga terdapat sebuah makam, kemungkinan merupakan istri dari Kiyai Wiradipura, sayangnya inskripsi yang ada dibatu nisannya sudah aus dan sulit untuk dibaca.

Diluar kompleks makam Kiyai Wiradipura juga terdapat puluhan makam berjejer rapi, kemungkinan besar merupakan keluarganya. Ada sekitar tiga puluhan makam, semua bahan kijingannya terbuat dari batu bata. Sangat disayangkan juga, lagi-lagi semak belukar juga menghiasi kawasan cagar budaya ini.  (bersambung)




Leave a respond

Posting Komentar